*Produksi Sedikit, Permintaan Tinggi
PALEMBANG , SUMATERAEKSPRES.ID–Produksi kopi di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) begitu melimpah.
Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, Bumi Sriwijaya ini menjadi yang terbesar di Indonesia mencapai 212.400 ton atau menyokong 26,72 persen produksi nasional 794.800 ton biji kering.
Baru menyusul daerah lain seperti Lampung 124.500 ton, Sumatera Utara 87 ribu ton, dan Aceh 75 ribu ton.
Ada 1,3 juta petani kopi (KK) di seluruh Nusantara yang menggantungkan mata pencahariannya dengan menanam kopi, khusus di Sumsel mencapai 199.152 petani.
Tak heran jika sektor perkebunan ini turut berperan besar bagi perekonomian negeri.
Selain memberi penghasilan kepada rakyat, juga memacu laju PDB (product domestik bruto) RI baik kopi sebagai komoditas ekspor maupun untuk konsumsi domestik.
“Sejak Agustus lalu sudah musim panen kopi, banyak pengepul masuk ke desa kita membeli partaian biji kopi yang dipanen petani,” ujar Maman Bagus Purba, Kepala Desa Pulau Panggung, Kecamatan Semende Darat Laut (SDL), Kabupaten Muara Enim.
Setiap Minggu ada 3 sampai 4 truk mengangkut masing-masing 9 ton biji kopi ke luar desa.
“Kopi produksi petani kita itu dibawa ke Pelabuhan Panjang (Lampung) untuk diekspor. Ada pula menuju gudang-gudang atau pabrik kopi di Palembang, Lampung, dan Pulau Jawa untuk diolah menjadi kopi bubuk kemasan,” tuturnya.
Kebanyakan petaninya memproduksi kopi Robusta. Saat ini harga biji kopi kering sedang mahal karena produksi sedikit akibat cuaca ekstrim sementara permintaan tinggi. Sekitar Rp30 ribu per kg, sementara bubuk kopi Rp50-60 ribu per kg.
Kepala Desa Segamit, Kecamatan Semende Darat Laut (SDU) Kabupaten Muara Enim, Sinwani mengatakan mayoritas penduduk desanya atau 1.350 KK (90 persen) petani kopi.
“Penduduk kita betul-betul menggantungkan penghasilan dari komoditas kopi. Namun panen kopi ini setahun sekali dan produksi tergantung cuaca.
Jika permintaan meningkat, tentu harga kopi kian mahal. Penghasilan petani bertambah, rakyat sejahtera,” lanjutnya.
Setiap penduduk yang berkebun kopi memiliki lahan ¼ hingga 2 hektar dengan produksi rata-rata 3 kuintal-1 ton per hektar per tahun. Paling sedikit ketika cuaca buruk cuma 50 kg setahun.
Dengan harga biji kopi kering Rp30 ribu per kg, berarti pendapatan petani kopisekitar Rp9 juta-30 juta per tahun. Kalau dibagi per bulan tentu sangat kecil.
Analis PSP Ahli Madya Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian menjelaskan hasil produksi kopi petani Sumsel selama ini banyak dibawa ke Lampung, sebagian kecil ke Jawa dan lokal untuk bahan baku industri pengolahan kopi.
“Kopi-kopi mayoritas dijual dalam bentuk kopi beras (biji kopi, red) yang belum diolah,” ujarnya.
Dikatakan, kontribusi komoditas kopi sangat berarti bagi ekonomi karenanya rantai pasok harus terus dijaga. Misalnya industri hilir (pabrik pengolahan) yang menyerap kopi petani lokal.
“Di sektor perkebunan Sumsel, kopi merupakan komoditas utama kita. Produksinya tertinggi nomor 3 setelah kelapa sawit dan karet,” jelas Rudi.
Sementara sektor ini memberikan kontribusi 13,65 persen atau Rp14,42 triliun bagi PDRB Sumsel di triwulan 1 2023 yang mencapai Rp86,63 triliun (atas dasar Harga Konstan 2010). (fad)