SUMATERAEKSPRES.ID - Dengan diperetelinya kasus dugaan korupsi bawaslu kabupaten/kota di Sumsel, sudah seharusnya sistem perekrutan direvolusi.
Penegasan itu disampaikan pengamat politik Sumsel, Bagindo Togar.
“Buat geram saja. Tak hanya penyelenggaranya yang patut direvolusi. Mulai dari timselnya juga. Sistem yang patut ditiru seperti layaknya sistem atau pola penerimaan CPNS,” katanya.
Ada baiknya, Bawaslu dan KPU melibatkan kelompok, misalnya perguruan tinggi yang memiliki akreditasi kuat.
"Atau paling tidak melibatkan pihak rektorat. Sehingga mereka lah yang mengutus siapa yang tepat menjadi timsel. Jadi bukan Bawaslu atau KPU yang menentukan," jelasnya. Misal Unsri yang dipercaya, maka dari Unsri akan menunjuk siapa jadi timsel (tim seleksi).
Atau menggandeng Universitas Muhammadiyah, nanti mereka yang akan mengutus siapa yang jadi timsel.
Terlepas dari itu, hendaknya dalam proses seleksi, tidak lagi melihat latar belakang organisasi atau ormas apa dari peserta.
"Abaikan dulu semua. Yang penting intelektual, mental, moral dan religius. Kalau mau diambil latar belakangnya, jadi faktor ketiga atau kelima saja. Bukan yang utama," tegas Bagindo. Soft skill, keahlian di bidang manajerial juga perlu.
"Jangan karena peserta itu dari kelompok atau organisasi tertentu, atau disokong parpol A, B, atau C, itu yang terpilih.
Selama ini kan begitu. Sudah jadi rahasia publik. Lihatlah hasilnya, lima bawaslu bermasalah hukum," beber Bagindo.
Seharusnya, Bawaslu bekerja mendampingi KPU. Melakukan pengawasan yang baik dan maksimal.
“Tapi dengan banyaknya kasus ini, buat orang jadi sensitif terhadap Bawaslu. Karena jadi yang paling sering menyalahgunakan dana hibah," tuturnya. (iol)