SUMATERAEKSPRES.ID - PAGI upacara di Rumah Gadang Surabaya. Sekalian senam dansa.
Sorenya upacara penurunan bendera di Pondok Tremas, Pacitan. Itulah rute hari 17 Agustus saya: Surabaya, Sampung, Tremas, Pacitan, Surabaya.
Tentu saya ingin ke Sampung: sudah seperti apa proyek monumen reog Ponorogo yang akan lebih tinggi dari Garuda Wisnu Kencana yang di Bali itu.
Saya ingin ke sana sendirian. Agar tidak merepotkan pejabat yang di hari kemerdekaan penuh dengan kerepotan.
Di tengah jalan saya menerima pesan: harus mampir kantor bupati. Siapa tahu bisa berangkat bersama.
Saya pun mampir. Sekalian ingin melihat ruang kerja Bupati Sugiri Sancoko. Konon ruang kerjanya sangat tidak lazim.
Satu-satunya. Ruang kerja bupati dibuat seperti itu: seperti angkringan. Seperti suasana warung di desa.
Dinding-dindingnya dilapisi gebyok, dinding kayu, setengah rusak. Itu diambil dari rumah lama sang bupati. Dari desa. Dekat Sampung.
Lalu ada kiosnya. Dua angkringan. Di situ ada termos masa lalu. Ada kaleng kerupuk seperti masa kecil saya. Gelas-gelasnya cangkir seng. Lampunya stromking.
Di situlah bupati menerima tamu. Atau rapat kecil bersama staf. Pun saya. Diterima di situ.
Maka saya menjadi tidak sungkan meski hanya pakai kaus, jeans, dan sandal. Kami seperti sedang ngobrol di warung. Suasana kemiskinan masa lalu, di desanya, dipindahkan ke situ.
Hanya meja kerja dan kursinya yang masih ''masa kini''. Entah kenapa masih dipertahankan.
Saya tidak sampai hati menanyakannya. Jangan sampai ada anggapan saya ini suka cari kelemahan dari satu hal yang sudah begitu baik.
Dari ''warung'' itulah lahir kepeloporan Sugiri yang lain: menghapus kendaraan dinas sebagai aset Pemkab.
Sebenarnya swasta sudah lama melakukannya. Perusahaan BUMN sudah banyak yang menerapkannya. Tapi baru di Ponorogo ini ada instansi pemerintah yang berani memulai.
Bupati Banyuwangi sebenarnya sudah melakukan lebih dulu. Tapi belum total. Sugiri melakukannya ''hapus total''.
Termasuk kendaraan dinas bupati dan wakil bupati. Pun kendaraan dinas ketua DPRD dan para wakil ketuanya.
Dengan hapusnya kendaraan dinas, katanya, justru tidak ada kecemburuan antara eksekutif dan legislatif. Maka DPRD pun setuju.
Kini proses penghapusannya sudah dimulai: persiapan lelang. Semua kendaraan dinas milik Pemkab itu akan dilelang. Akhir tahun ini.
"Untuk melelang harus ada patokan harga. Sekarang lagi ditaksir oleh lembaga penaksir", kata Sugiri.
Pun Pemkab sekecil Ponorogo ternyata punya kendaraan dinas sampai 600 lebih. Tentu sudah banyak yang tua.