SUMATERAEKSPRES.ID - PT Kereta Api Indonesia (KAI) tiba-tiba memasuki tahap menjadi perusahaan raksasa. Bulan ini. Agustus 2023.
Bertepatan dengan ulang tahun hari kemerdekaan. Raksasa pula utangnya.
Dua jenis bisnis besar tiba-tiba masuk ke lingkungan PT KAI. Dua-duanya Anda sudah tahu: kereta cepat Jakarta-Bandung dan kereta layang listrik.
Yang terakhir itu dari Bekasi ke Jakarta dan dari Cibubur ke Jakarta.
Dua-duanya termasuk mega proyek. Maka kini KAI menangani tujuh perusahaan angkutan rel: kereta konvensional, KRL Jabodetabek,
kereta batubara Langkat-Lampung, kereta bawah tanah Jakarta, kereta layang listrik dan kereta cepat Yawan. PT KAI telah jadi perusahaan raksasa.
Di awal Orde Baru, kereta api Indonesia mengalami kemerosotan yang tajam: matinya jalur-jalur kecil. Lebih tepatnya: dimatikan.
Tidak lagi ekonomis. Mempertahankannya bisa berarti bunuh diri. Sudah kalah dengan angkutan mobil. Lebih kalah lagi oleh meledaknya sepeda motor.
Jarak seperti Tasikmalaya-Pangandaran tidak mungkin lagi dihidupkan. Atau Solo-Wonogiri. Madiun-Ponorogo.
Kamal-Sumenep. Wonokromo-Sepanjang. Termasuk jalur yang sangat populer disebut di novel PramudyaAnantaToer, Bumi Manusia: Sidoarjo-Toelangan.
Puluhan jalur-jalur kelas ranting mati seperti itu. Di Jateng. Di Jabar. Di Sumut. Relnya pun banyak yang sudah hilang.
Ke depan pun tidak mungkin lagi dihidupkan. Dipikirkan pun hanya akan memakan energi. Hanya kaca spion yang masih punya romantisme melihat ke belakang.
Memang aset-aset tersebut masih hidup. Setidaknya di buku aset. Mungkin juga di dalam laporan keuangan.
Dan ini sebuah pekerjaan besar. Harus diselesaikan. Aset-aset itu sudah menjadi mayat. Tapi belum dikuburkan.
Jumlahnya banyak. Perlu kuburan khusus. Lahannya harus disiapkan: berbentuk aturan hukum. Agar aset itu bisa dihapus dari buku KAI tanpa ada yang jadi tersangka.
Saya pernah mengalami kesulitan memindahkan bangkai-bangkai mobil perusahaan daerah.