Menilik Bagaimana Hukum Revenge Porn yang Masih Abu-Abu
SUMATERAEKSPRES.ID - Menurut penuturan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan di tahun 2022 lalu, kasus kekeran seksual terhadap perempuan di internet lebih banyak dibandingkan KDRT.
Bahkan rasio perbandingannya mencapai 6 kali lebih banyak dari kasus KDRT. Penyebaran kasus kekerasan asusila di internet secara sengaja dan tanpa persetujuan orang yang ada di dalam video atau foto disebut dengan revenge porn.
Umumnya, penyebaran konten tersebut diikuti dengan ancaman yang memiliki maksud ingin mempermalukan atau mengintimidasi.
Motifnya bisa berupa balas dendam, kecemburuan, bisa pula karena rasa tidak terima dengan hal yang diperoleh.
Pelakunya pun bisa siapa saja, bisa oleh laki-laki bahkan oleh sesama perempuan. Ditambah dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, revenge porn ini bisa dilakukan oleh hacker yang mencuri data korban.
Sejatinya Indonesia sudat mempunyai Undang-undang tentang kasus tersebut. Hukum revenge porn tertuang pada Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008.
BACA JUGA : Terdakwa Meninggal Dunia: Kasus Iriadi Adi Ibrahim Dinyatakan Selesai oleh Majelis Hakim
Tentang pornografi yang melarang menyediakan dan menyebarluaskan konten berisi pornografi.
Selain itu, pelaku revenge porn juga dapat dikenakan pasal Undang-Undang ITE. Hal tersebut karena mereka menyebarluaskan konten pornografi melalui internet, tertulis pada Pasal 27 Ayat (1) UU ITE.
Dilanjutkan dengan Pasal 45 Ayat (1) UU 19/2016 mendapat sanksi penjara maksimal 6 tahun dan atau denda maksimal Rp. 1 miliar.
Gina S. Noer mengangkat kasus tersebut ke dalam sebuah film yang berjudul Like & Share (2022). Menceritakan tentang remaja SMA Bernama Sarah (Arawinda Kirana) yang mengalami pemerkosaan oleh pacarnya sendiri, Devan (Jerome Kurnia).
Tak tanggung, Devan merekam Sarah dan menyebarluaskan video tersebut. Video menyebar bahkan sampai ke sekolah Sarah yang mengakibatkan gadis SMA itu dikeluarkan. Di film tersebut juga menampilkan upaya-upaya Sarah dan keluarganya untuk mendapatkan keadilan atas kejadian yang menimpanya.
Like & Share menampilkan realita yang sebenarnya tentang hukum-hukum yang sudah ada tersebut, namun belum bisa dijadikan pembelaan terhadap korban.
Kata lainnya, hukum tersebut belum bisa melindungi korban sepenuhnya, bahkan dapat membuat korban yang mendapat sanksi karena dirinya ada di dalam video tersebut.
Selain hukum negara, sanksi sosial di masyarakat juga boleh jadi memberatkan bagi korban. Pada beberapa kasus revenge porn, tidak sedikit orang yang sibuk mencaci maki dan menyalahkan korban.
Sarah, korban dalam film tersebut akhirnya harus memilih jalan damai dengan pelaku, hal ini dianggap agar masalah tidak melebar.
Dari film Like & Share banyak pesan yang dapat diambil, terkai masih belum meratanya edukasi seksual di masyarakat, serta masih ada pemikiran patriarki yang mengakibatkan ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.
Tak hanya penegak hukum, masyarakat juga harus meningkatkan perhatian terhadap kasus tersebut. Tidak serta merta mengkriminalisasi korban adalah salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat ketika melihat kasus revenge porn ini.(Ara)
Kategori :