Memberantas Lintah Darat Digital
Oleh : Muhammad Syahri Ramadhan, S.H.,M.H (Ketua Pusat Kajian Hukum Sriwijaya (SLC) dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya)
SUMATERAEKSPRES.ID - Polemik Kasus pinjaman online (pinjol) semakin menprihatinkan. Data yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, menyatakan Sumatera Selatan (Sumsel) masuk dalam 10 besar jumlah entitas peminjam terbanyak.
Tepatnya, sumsel menempati urutan ke -7 (tujuh) dari 10 provinsi di indonesia. Sebanyak 305. 792 warga harus berkutat dengan utang piutang digital tersebut (Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Juli 2023)
Peringkat yang dilayangkan OJK ini bukanlah anugerah, tetapi musibah. Resiko kasus pinjol apalagi nasabahnya menunggak atau tidak membayar utang tidak tepat waktu.
Maka potensi penyalahgunaan data pribadi khususnya nama baik. Sangat mungkin terjadi.
Depresi hingga bunuh diri dilakukan karena nasabah tidak sanggup menanggung malu, akibat debt collector online menelpon pihak keluarga hingga rekan kerja si nasabah.
Utang piutang sama halnya seperti aib yang tidak boleh diumbar oleh ke siapapun. Jika sampai ketahuan publik, maka tercemarnya nama baik adalah resiko yang harus dihadapi
Perlu penindakan tegas
Dalam bisnis, utang adalah fenomena hal biasa. Tidak semua manusia dikaruniai kemampuan finansial yang kuat. Sekalipun mempunyai tabungan atau investasi, hal tersebut belum mampu menutupi kecukupan akan kebutuhan sandang, pangan bahkan papan.
Contohnya, kebijakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah.
Pola KPR ini, rumah yang dibeli akan dijadikan agunan atau jaminan kepada pihak bank ini, menjadi bukti sahih bahwa tidak semua orang mempunyai dana melimpah untuk memiliki hunian tempat tinggal yang nominalnya begitu tinggi.
Utang adalah solusi dalam memenuhi bagi kalangan masyarakat yang pas – pasan maupun konglomerat. Dalam konsep zoon politicon, manusia adalah makhluk sosial.
Adagium yang disampaikan Aristoteles, menegaskan tidak ada satu pun manusia yang tidak membutuhkan bantuan manusia lainnya. Fenomena utang piutang menjadi bukti nyata atas ketergantungan kita terhadap bantuan orang lain.
Di era digitalisasi, kegiatan bisnis termasuk utang piutang dapat dilaksanakan dengan praktis. Kita pernah mendengar istilah e-commerce yaitu transaksi perdagangan secara online.
Cukup menggunakan jari jemari dalam perangkat gawai, barang yang dibeli langsung diantarkan ke konsumen. Tidak perlu lagi pertemuan tatap muka antara penjual dan pembeli, yang dapat menguras tenaga, waktu dan biaya.
Dalam pinjol pun seperti itu, proses transaksi yang dilakukan sangat sederhana dan tidak membutuhkan waktu lama dalam proses pencairan.
Tidak perlu bolak balik ke percetakan untuk mencetak Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan surat lainnya. Tidak perlu membuang – buang waktu berkendara sambil menikmati cuaca panas maupun hujan untuk menuju kantor perusahaan pinjaman. Syarat yang dipenuhi hanya berbasis online. Sangat begitu praktis.
Di balik kemudahan aktivitas di dunia maya, bukan berarti potensi penyimpangan norma hukum tidak terjadi.
Berbagai info hoaks dan kasus ujaran kebencian (hate speech) di dunia maya, serta Kejahatan lainnya seperti pembeli yang tertipu terhadap produk bisnis yang mereka beli. Merupakan fenomena kejahatan yang sampai saat ini, masih terjadi.
Untuk mengantisipasinya, maka pemerintah menerbitkan Undang – Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Khusus terkait pinjol, OJK sudah memberikan rambu – rambu melalui Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Sayangnya,kita yakin tidak semua masyarakat mengetahui keberadaan regulasi ini. Buktinya masih banyak masyarakat memanfaatkan pinjol ilegal.
Tags :
Kategori :