PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - DPD Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Sumsel dengan tegas menolak PP No 35 sebagai turunan Undang-undang Cipta Kerja yang kini masih judicial review.
“Penolakan ini kita gaungkan lantaran Pemerintah sudah mengeluarkan dan menerapkan PP No 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK pada UU Ciptaker masih judicial review,” ujar Ketua DPD SPSI Sumsel, Abdullah Anang didampingi Tim Advokasi, Edi Hariadi SH, kemarin.
Sedangkan kota harus ikut hadir dalam undangan peningkatan penerapan hubungan kerja dan pengupahan Direktorat Hubungan Kerja dan Pengupahan yang dilaksanakan Ditjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan.
“Pemerintah mau menyelenggarakan pembahasan pokok pikiran bidang hubungan kerja dan pengupahan guna menggali pandangan dan masukan dari para pemangku kepentingan," katanya lagi.
Jika elemen SPSI dan serikat pekerja menghadiri, sama saja melegalkan atau mendukung PP No 35/2021.
Karena itu, dia mengimbau kepada seluruh serikat pekerja untuk tidak usah datang ke pertemuan atau undangan tersebut.
"Meskipun katanya dalam kegiatan ini juga akan menyerap aspirasi pekerja dalam rangka revisi PP No 35/2021 dan PP No 36/2021," ungkapnya.
Diakuinya, ada banyak dampak yang merugikan kaum buruh jika elemen hadir dan mendukung undangan tersebut.
Antara lain mengenai hak-hak pesangon pekerja yang dikurangi hingga 25 persen. Kemudian upah minimun dan status pekerja yang tidak jelas.
"Jadi semua pekerja bisa di outsourching-kan, sudah tidak lagi membela buruh," ungkapnya.
Padahal dalam UU Nomor 13 Ketenagakerjaan sudah jelas bahwa pekerjaan yang bisa di-outsourching-kan hanya security, cleaning service, sopir, dan pekerjaan musiman.
"Pekerjaan itu saja, namun ke depan semua pekerjaan akan di-outsourching-kan. Makanya kami betul-betul tidak mendukung peraturan tersebut," pungkasnya. (iol/fad)