*Ketua Forpess: Belum Ada Warga dari Sumsel
JAKARTA - Pemerintah pusat telah mengambil alih penanganan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun. Ada akan evaluasi secara administratif. Baik itu terkait penyelenggaraan, kurikulum, konten pengajaran, dan lainnya. Kisru soal Al-Zaytun ini mendapat perhatian dari para pimpinan ponpes di Sumsel. Terutama nasib para santri dan murid yang ada. “Tapi kalau di grup para pimpinan pesantren se-Sumsel, tidak ada informasi warga Sumsel yang mondok di Al-Zaytun,” ungkap seorang pengurus ponpes di Sumsel, kemarin (29/6). Sementara, Mudir Ponpes Al-Ittifaqiah Indralaya Drs KH Mudrik Qori MA melalui Kepala Biro Kaderisasi, Beasiswa dan Kerjasama Pendidikan Al-Ittifaqiah, Eko Adhi Sutrisno MPdI menegaskan, siap membantu menyelamatkan anak-anak Sumsel. Kalau memang ada yang saat ini mondok di Al-Zaytun.“Tapi kabarnya saat ini tidak ada lagi. Kalau alumni mungkin ada. Tapi itu dulu, tahun 2000-an. Informasinya memang ada beberapa orang dari Sumsel yang mondok di Al-Zaytun pada saat itu,” bebernya.Ketua Forum Ponpes Sumatera Selatan (Forpess), KH Muhsin Salim, SPdI MPd menegaskan, hingga kini belum ada informasi adanya warga Sumsel yang jadi santri di Ponpes Al-Zaytun. “Dari informasi, tidak ada warga Sumsel yang jadi santri di sana,” ujarnya, tadi malam. Kata KH Muhsin, di Sumsel ada 568 pesantren. Masing-masing punya karakter yang berbeda. BACA JUGA : Simpatisan KKB Papua Serahkan 4 Pucuk Laras Panjang Forpess telah memberikan imbauan dan minta seluruh ponpes di Sumsel mengantisipasi terkait viral ajaran di Al Zaytun. Dia secara individu sudah menyikapi itu. Namun secara organisasi belum. Karena harus memiliki dasar tertentu. “Yang namanya pesantren itu mengajarkan kebaikan. Tidak ada yang mengajarkan yang tidak bagus. Cuma, oknum pimpinan ponpes itu yang memang kurang disenangi masyarakat,” tukasnya. KH Muhsin menegaskan, semua ponpes di Sumsel akan lebih selektif menerima santri baru. Demi kenyamanan dan ketertiban bersama. “Saya yakin tiap ponpes punya pakem sendiri. Tetap bagi kita Ahlussunnah Wal Jamaah, tujuan kita membina santri yang lebih baik,” pungkasnya. Sebelumnya, Menko Polhukam, Mahfud MD, kemarin (29/6) menegaskan, perlu adanya evaluasi menyeluruh supaya kegiatan belajar mengajar para santri dan murid Al-Zaytun tidak terganggu.
“Katanya masih menerima pendaftaran, silakan terima. Tapi karena pondok pesantren itu lembaga pendidikan yang harus kita bina,” ujarnya. Namun, untuk orang-orang yang melanggar hukum terkait Al-Zaytun, Mahfud minta mereka ditindak tegas.Mahfud menegaskan, ada aspek hukum pidana dalam kasus Al-Zaytun ini. Penanganannya oleh Polri. Tidak boleh ada satu perkara itu diambangkan. Kalau iya, iya. Kalau tidak, ya, tidak,” imbuhnya. Di tengah kisruh Al-Zaytun, calon santri yang mendaftar tahun ini justru lebih banyak dari tahun lalu. Jika 2022 hanya sekitar 800-an, maka untuk tahun ini mencapai 1.000 orang. Baik untuk jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI) maupun Madrasah Tsanawiyah (MTs). Dari penelusuran di laman resmi Ponpes Al Zaytun, app.al-zaytun.sch.id, terungkap besarnya biaya mondok di tempat ini. Untuk MI kelas 1 Rp7,555 juta, kelas 2 Rp7,556 juta. Kelas 3 Rp8.298 juta, kelas 4 Rp8.075 juta. Kelas 5 Rp8,095 jura dan kelas 6 Rp8.573 juta. Sedangkan skim biaya untuk MTs terbagi lima. Skim 1 untuk yang bayar lunas besarnya USD3.500 (sekira Rp 52,6 juta) +Rp4,229 juta. Skim 2 untuk 3 tahun biayanya USD2.275 (sekira Rp 41,3 juta) + Rp4,229 juta. Skim 3 untuk bayar secara tahunan Rp15,604 juta. Sedangkan skim 4 kalau bayar per semester Rp9,916 juta. Terakhir, skim 5 untuk yang bayar bulanan Rp7,072 juta. Sementara, pimpinan Al Zaytun, Panji Gumilang memenuhi undangan tim investigasi bentukan Ridwan Kamil. Tapi dia tidak mau ada MUI di dalamnya. Sebab, dia tidak terima dengan fatwa yang dikeluarkan MUI dan hasil investigasi 2002 yang menyebutkan dirinya komunis.
Kategori :