PALEMBANG - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, yang juga merupakan anggota Komisi XI DPR RI, Ir H Achmad Hafisz Tohir, kurang sepakat dengan sistem Pemilu proporsional tertutup.
Secara pribadi menurutnya adalah suatu hal dalam demokrasi yang sudah diberi kepada rakyat tidak baik untuk diambil kembali, yakni system proporsional terbuka.
Karena hal itu kata dia akan menciderai demokrasi itu sendiri. Hal itu dikatakannya usai menghadiri acara lokakarya bersama radio lokal di Hotel The Zuri Palembang, kemarin (7/6).
Dia juga menerangkan, bahwa Pemilu dengan system proporsional tertutup dinilai akan berpengaruh pada rasa kecewa, khususnya terkait persiapan-persiapan yang sudah jauh telah dilakukan untuk Pemilu terbuka.
“Jadi rasa kecewa itu pasti ada. karena telah dilalui dengan berbagai persiapan.
Kalaupun memang system ingin tertutup, belum saatnya sekarang ini,” ungkapnya.
Jadi sambungnya, kalaupun akan diwacanakan untuk Pemilu tertutup, mungkin tidak untuk sekarang.
“Kita sudah mendekati Pemilu di bulan Februari 2024, dan persiapan-persiapan pemilu terbuka itu sudah jauh dilakukan," ujarnya.
Dan ketika rakyat disajikan dengan Pemilu tertutup, lanjut Hafisz, akan banyak rakyat memiliki ketidaktahuan terhadap siapa yang akan dipilih kedepan.
"Caleg-caleg sudah beraneka ragam, semua dari sektor yang berbeda dikumpulkan dalam satu bendera.
Kemudian rakyat yang akan memilih, maka rakyat akan tahu benderanya saja dan tidak akan tahu apa isi di dalamnya," tegasnya.
Sehingga sambung Hafiz, jika dirinya lebih cocok pemilu terbuka. “Saya kira Pemilu terbuka lebih cocok," tegasnya.
Sementara itu, menanggapi nama-nama calon Presiden yang bermunculan? Menurutnya, siapapun bisa untuk mencalonkan diri sebagai Presiden.
"Jadi tidak usah diatur 2, 3 ataupun 4 calon. Kalau pemikiran saya itu bisa berjalan, maka tidak akan gaduh Pilpres itu," ucapnya.
Dikatakannya, dengan adanya keterbatasan calon presiden itu sendiri dapat mengganggu stabilitas karena beragamnya suku bangsa di Republik ini, sehinggga publik belum mempunyai keterwakilan yang pas terkait calon yang mereka inginkan.
"Padahal waktu Pemilunya sudah dekat, Oktober seharusnya sudah harus punya kepastian calon presiden kita," tuturnya.
Ia menyampaikan, siapapun Presiden kedepan diharapkan mampu untuk memecahkan isu global.
Yang akan menjadi tantangan kedepan. "Isu global itu salah satunya Climate Change dan karbon, kesehatan, ekonomi, keamanan, perang ideologi, hak asasi manusia, kemiskinan, lingkungan hidup, peredaran narkotika, perbudakan, dan terorisme." tukasnya. (iol)