*Aprianto, Petugas Penyuluh di Kecamatan Pemulutan Selatan, Ogan Ilir Sawah lebak rawa atau tadah hujan biasanya hanya bisa panen padi sekali dalam setahun. Namun, kebiasaan tersebut dapat diubah berkat inovasi dan kemauan. Hingga dapat panen sampai tiga kali dalam setahun. Seperti yang diterapkan para petani di Desa Pematang Bangsal, Kecamatan Pemulutan Selatan, Ogan Ilir.
ANDIKA - Ogan Ilir SEMANGAT yang ditularkan Petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Pemulutan Selatan, Aprianto berdampak pada kemajuan petani. Dalam bertugas ke lokasi binaannya, butuh waktu sejam perjalanan menggunakan motor dari rumahnya di Indralaya. Aprianto sudah 15 tahun bertugas menjadi PPL. Banyak duka yang dilaluinya sebagai petugas PPL. Namun, dirinya tetap berupaya membantu masyarakat. Terlepas ada yang dapat bantuan ataupun belum. "Bantuan memang kita yang menyeleksi siapa yang dapat dan tidak. Namun terkadang masyarakat ada yang tidak terima, kadang-kadang kita sudah benar masih disalahkan. Pergi pagi dan tidak jarang pulang malam saya lakukan, tapi yang namanya tugas, panggilan jiwa, kita lakukan dengan senang hati," tukasnya. Watak masyarakat di wilayah binaannya tergolong keras. Meski begitu, pendekatan terus dilakukan, fokus kepada petani yang mau diarahkan. Maka secara tidak langsung yang lain akan ikut petani yang sudah berhasil. Pelan tapi pasti, arahan dan masukan Aprianto dapat diterima dengan baik di masyarakat.Memang butuh waktu, hingga akhirnya bisa akrab dan berbagai saran bisa diterima. "Pernah kita kasih saran, banyak pupuk urea tidak baik untuk padi. Karena hanya akan melebatkan batang dan daun. Apa jawab mereka, sawah-sawah aku nian, kamu ngenjuk pupuk idak," sebutnya.Bahkan di awal 2008, Aprianto nyaris ditujah orang. Saat itu, dirinya baru datang sebagai orang asing yang melewati jalan setapak desa. Hingga pada akhirnya dengan perkenalan masyarakat jadi lebih mengenal. ‘’Daerah lahan di Pemulutan Selatan ini rata-rata terendam air. Untuk potensi pertanian paling banyak dan cocok adalah dengan bertanam padi," ujar Aprianto. Ada sekitar 4.300 hektare total lahan sawah yang saat ini masih priduktif di Pemulutan Selatan. Masyarakat petani sekitar, sejak dahulu hanya berpatokan dengan kebiasaan panen padi cukup satu kali dalam setahun. Namun, sejak beberapa dekade terakhir sudah ada sekitar 15 hektare lahan sawah yang telah menerapkan panen padi bahkan sampai 3 kali dalam setahun. "Awalnya kita arahkan bagaimana memulai konsep panen sampai 3 kali ini. Membaca situasi alam sekarang kan tidak sama seperti dulu," ucapnya yang sudah jadi PPL sejak tahun 2008 hingga kini tetap di Pemulutan Selatan. Metode penanaman seperti dimulai dari bulan 11 dan panennya di bulan 2. Setelah itu, mulai tanam kedua di bulan 4 dan panen di bulan 7. Kemudian berlanjut tanam ketiga bulan 8 dan panen bulan 11. Sampai akhir tahun dan siklusnya kembali berulang. Rata-rata setiap siklus tanam hingga panen membutuhkan waktu sekitar 4 bulan. "Panen sampai tiga kali dalam setahun ini sudah ada kita terapkan sampai 5 tahun ke atas," ungkap lulusan SMK Sembawa dan Universitas Muhammadiah Palembang ini.
Menurutnya, selama ini sudah jadi adat istiadat sehabis panen pesta. Lalu nunggu panen dan ngutang lagi. "Jadi kita coba dibukalah pikiran, daripada habis di pesta kondangan, mending tanam lagi. Meskipun hasilnya sedikit tapi menghasilkan," tandasnya.Sawah tadah hujan biasanya mengandalkan curah hujan dan hanya bisa menghasilkan di musim hujan. Tapi dengan pengkajian dan penerapan yang benar, inovasi ini bisa meningkatkan produktivitas panen secara signifikan. Meskipun pada awalnya banyak petani yang pesimis dengan rencana tersebut. Namun, sedikitnya ada sebagian yang tertarik dan mau mencoba. Banyak yang tidak yakin dengan terobosan yang diusulkan Aprianto. Anggapan petani menilai karena salah tahun, istilah untuk bukan waktunya tanam dan berisiko pasti gagal.
Hasil panen jika saat musim tanam panen raya bisa mencapai 5-7 ton per hektare. Namun, jika ada di luar musim tanam hasilnya bisa 2 ton. Meskipun belum sebanyak hasil panen raya umumnya. Namun, paling tidak bisa menambah pendapatan petani. "Alhamdulillah banyak yang bersyukur. Ada yang maju dan ada yang tidak percaya bisa diterapkan. Meskipun memang hasil panen bergantung pada cuaca," sambungnya.Ada beberapa tantangan yang perlu dihadapai saat melakukan tanam dan panen di luar musim. Salah satu yang utamanya adalah ketersediaan air di lahan sawah lebak tadah hujan. Apalagi memasuki bulan Juli, Agustus dan September adalah waktu yang rentan dengan berkurangnya ketersediaan air. (*/)
Kategori :