“Sebelumnya dalam studi kelayakan, untuk memuluskan perjanjian jual beli listrik pihak pembangun PT Indo Green Power dengan PLN, maka sempat ditanyakan ke PLN seperti apa kalori sampahnya, karena ini akan menjadi dasar validasi untuk naskah perjanjian jual beli listrik,” bebernya.Untuk harga sudah jelas berpatokan dengan Perpres Nomor 35 soal jual beli energi listrik yakni sebesar Rp13,35 sen per kwh. Adapun energi listrik dari incenerator ini, 1000 ton sampah bisa menghasilkan 20 megawatt (MW).
“Namun dari paparan studi kelayakan, pengembang hanya akan menjual 17,7 megawatt kepada PLN, sisanya 2,3 megawatt dipakai sendiri. Inilah nanti apakah disepakati, karena PLN juga harus memastikan kestabilan energi yang dihasilkan untuk dijual ke mereka secara konsisten,” bebernya.Sejauh ini untuk seluruh pertimbangan teknis seperti Amdal telah selesai dibahas dan saat ini juga sedang menunggu terbitnya rekomendasi teknis (Rekomtek) baku mutu emisi dan air limbah. “Jika Rekomtek tersebut rampung, maka dokumen ANDAL, RKL, dan RPL dapat diajukan dan dibahas sebagai syarat terbitnya persetujuan lingkungan,” sebutnya. Diketahui, konstruksi proyek PLTSa atau Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) ditarget sebelumnya dimulai tahun ini juga (2023). Lokasinya berada di kawasan Keramasan, Kecamatan Kertapati, Kota Palembang dengan kapasitas terpasang 20 MW yang diperkirakan dapat menjangkau 16 ribu rumah tangga. Jika berjalan sesuai rencana, PLTSa ini sebenarnya dapat beroperasi mulai Desember 2024.
“PLTSa diharapkan menjadi solusi menyelesaikan permasalahan sampah yang ada di Kota Palembang,” terang dia. Total saat ini jumlah produksi sampah di Kota Palembang mencapai 1.000 ton per hari.Sampah-sampah tersebut merupakan limba plastik maupun organik sisa produksi rumah tangga, pertokoan, dan rumah makan yang tersebar di 18 kecamatan. Namun dari ribuan sampah itu yang mampu diangkut DLHK Palembang sekitar 700-800 ton sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Sukawinatan, Kecamatan Sukarami setiap harinya. (tin/fad)
Kategori :