Awas, SKM Bisa Picu Stunting, 50 Persen Kandungannya Gula
TIMBANG BADANG : Petugas puskesmas menimbang berat badan seorang bayi untuk pencegahan stunting. -Foto : BUDIMAN/SUMEKS -
PALEMBANG - Tingginya stunting akibat konsumsi susu kental manis (SKM) menjadi perhatian banyak pihak. SKM diyakini sebagai salah satu penyumbang tertinggi kasus stunting di Indonesia termasuk di Sumatera Selatan. Diketahui survei sepanjang tahun 2023 ternyata angka stunting di Sumsel meningkat hingga 20,3 persen.
Ketua Harian Yayasan Abhipraya Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat menjelaskan balita dengan angka stunting yang tinggi masih banyak terdapat di daerah-daerah, namun angkanya berbeda tipis dengan perkotaan. "Setelah survei ke beberapa daerah di Kota Palembang, dari lima keluarga yang didatangi ada tiga keluarga terkena stunting. Ternyata rata-rata bermula dari orang tua memberikan SKM," jelasnya pada edukasi mengenai stunting, gizi buruk, dan berbagai persoalan terkait lainnya, kemarin.
Ia mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan status kesehatan gizi ibu dan anak, dengan mengedukasi dan sosialisasi pencegahan stunting. "Karena persepsi banyak orang bahwa kental manis adalah susu, padahal 50 persen kandungannya adalah gula dan ini dapat memicu stunting," kata Arif.
Ia mengungkapkan batas usia anak menurut indikator statistik yakni 5 tahun, sedangkan yang otaknya dapat diselamatkan dari stunting yakni usia 2 tahun. "Edukasi terkait gizi selalu dilakukan melalui kader sosialisasi, konseling ASI, imunisasi, dan hal bersangkutan lainnya kepada masyarakat," ungkapnya.
BACA JUGA:PJ Bupati Lahat Dorong Peran Bapak Asuh Stunting yang Lebih Optimal
BACA JUGA:Keroyokan Kejar Zero Stunting, Tuntaskan 410 Balita Stunting, Target Tercapai 2025
Selain itu, ia menambahkan di kalangan pejabat pun hampir rata-rata tidak mengetahui SKM itu adalah gula. "Mereka saat memberikan bantuan memasukkan SKM, masih banyak yang tidak tahu meski mereka kalangan atas. Jadi masih minim literasi bahwa SKM merupakan gula. Tidak ada jaminan keluarga mampu anaknya terhindar dari stunting karena pola asuh yang salah itu dari retorasi yang minim," ucap dia.
Dedi Irawan, Kabid Kesmas Dinkes Sumsel mengungkapkan persoalan SKM menjadi salah satu penyebab stunting bukan lagi sebagai isu melainkan fakta. Bahkan ada temuan orang tua memberikan SKM, padahal bayi usia di bawah 6 bulan.
"Bayi usia di bawah 6 bulan seharusnya diberikan ASI saja, di atas 6 bulan diberi makanan pendamping sesuai dengan usia," ujarnya. Pemberian SKM yang dinilai sebagai susu ini sudah tertanam sejak lama. Banyak yang belum paham SKM didominasi gula dan tidak baik untuk balita.
"Stunting terjadi karena pola asuh yang salah, sekitar 60 persen. Ada juga temuan anak di bawah 6 bulan diberikan SKM, itu ketahuan saat dia datang ke posyandu ternyata setelah diwawancarai saat masih balita diberi SKM," katanya.
BACA JUGA: Pernikahan Usia Dini Jadi Salah satu Pemicu Stunting di Indonesia
BACA JUGA:YAICI: SKM Jadi Penyumbang Utama Stunting di Sumatera Selatan
Berbagai upaya pencegahan dan edukasi terus dilakukan Dinkes Sumsel, di antaranya melalui edukasi lewat kader posyandu, sosialisasi dan pelatihan tenaga gizi, tenaga kesehatan dan lainnya terkait pemberian makanan tambahan pada bayi, konseli ASI dan lainnya.
Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Erna Yulia Sofihara mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti temuan persoalan dari kunjungan keluarga tersebut, salah satunya melalui pendampingan keluarga.