Sanksi Pidana Politik Uang Lebih Tinggi

PALEMBANG -  Pelaku praktik politik  uang dan pemberian mahar politik dalam pemilihan kepala daerah, di Indonesia diancam sanksi pidana yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemilu presiden dan wakil presiden maupun pemilihan anggota legislatif.

Dalam Undang-undang nomor 1 Tahun 2015 dan perubahannya, pemberi dan penerima diancam dengan pidana sampai dengan 72 bulan atau enam tahun dan Rp1 miliar.  Sedangkan dalam UU Pemilu nomor 7/2017 paling tinggi pidana penjara hanya empat tahun dan denda paling tinggi 48 juta.

Hal ini terungkap oleh nara sumber dalam Rapat Koordinasi Sentra Penegakan Hukum  Terpadu yang berlangsung di aula Bawaslu Sumsel, kemarin (1/3). "Bawaslu sebagai pintu masuk laporan maupun dugaan temuan pelanggaran pidana pemilu dan bersama kepolisian dan kejaksaan  dalam sentra Gakkumdu baik dipusat hingga daerah akan memproses dugaan pidana pemilu maupun pemilihan,” ujar Ahmad Naafi SH MKn,  anggota Bawaslu Provinsi Sumsel Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi dalam Rakor Gakkumdu. “Bawaslu melaksanakan amanat undang-undang walaupun sangsi dalam pidana pemilihan maupun pidana pemilu berbeda bagi pelaku money politic," imbuhnya

BACA JUGA : Semua Partai Ingin Kadernya Maju

Naafi, tidak begitu mengetahui secara detail mengapa sanksi bisa berbeda padahal modus dan perbuatannya sama yang dikembalikan kepada tugas pembuat UU. Namun, dijelaskannya Gakkumdu Sumsel yang terdiri dari unsur Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan akan bersinergi untuk menghadapi ketentuan perundang-undangan yang sama, yang tidak dilakukan perubahan pada Pemilu 2024  yaitu UU Pemilu 7/2017 dan UU Pemilihan 1/2015 beserta perubahannya.

Untuk itu perlu dilakukan diskusi lebih dini dalam Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) dengan tujuan menyamakan pemahaman terkait dengan norma dan pola penanganan. Kesamaan pemahaman tersebut dituangkan dalam sebuah keputusan yang menjadi pedoman bagi Gakkumdu seluruh Indonesia.

Sementara itu Kajati Sumsel diwakili Beni Wijaya SH MH mengatakan peran jaksa dalam sentra Gakkumdu akan melakukan pembahasan bersama dengan Badan Pengawas dan penyidik tindak pidana pemilu dalam jangka waktu satu kali 24 jam sejak laporan atau temuan diterima.

"Pembahasan dilakukan untuk menentukan peristiwa pidana, mencari dan mengumpulkan bukti-bukti serta menentukan pasal yang disangkakan terhadap peristiwa yang dilaporkan untuk ditindaklanjuti dalam kajian pelanggaran,"ujarnya.

Sementara itu, Kapolda Sumsel melalui Direktur Kriminal dan Umum Kombes Pol Muhammad Anwar mengatakan Polri akan menegakkan azas keadilan, kepastian, kemanfaatan, persamaan dimuka hukum dalam penanganan kasus pidana pemilu. (iol/)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan