Sulap Limbah Kulit Nanas Jadi Pakan Larva, Ubah Masalah Jadi Peluang

LIMBAH: PT Perta-Samtan Gas dan warga berkomitmen mendukung ekonomi sirkular di Prabumulih, baik melalui bank sampah, budidaya maggot, maupun pertanian organik berbasis pengelolaan limbah hasil pertanian. FOTO: DIAN/SUMEKS--

PRABUMULIH, SUMATERAEKSPRES.ID - Ada banyak manfaat yang ditemukan dari limbah kulit nanas. Selain dijual dan diekspor, limbah kulit nanas ternyata juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan larva atau maggot.

Hal itulah yang kini sedang dikembangkan para petani nanas di kawasan agrowisata nanas Karang Jaya, Prabumulih Timur, Kota Prabumulih.

BACA JUGA:10 Manfaat Nanas, Mulai Menjaga Kulit hingga Menghilangkan Stres dan Membuat Mood kembali Muncul

BACA JUGA:Tak Hanya Daging Buahnya Saja, Ternyata Kulit Nanas Memiliki 6 Manfaat untuk Kesehatan, Ini Cara Mengolahnya

Tak sendirian, para petani nanas ini juga telah dilirik oleh PT Perta-Samtan Gas yang berkomitmen mendukung ekonomi sirkular di Kota Prabumulih, baik melalui bank sampah, budidaya maggot, maupun pertanian organik berbasis pengelolaan limbah hasil pertanian.

Komitmen itu disampaikan  Harry Maradona selaku External Relation Officer PT Perta-Samtan Gas dalam temu mitra binaan CSR di Kebun Agrowisata Nanas Kota Prabumulih.

Memasuki tahun 2024 ini,  perusahaan berencana memperluas wilayah binaan sekaligus menambah jumlah penerima manfaat program CSR.

Terutama, wilayah kelurahan Karang Jaya yang memiliki potensi agrowisata nanas untuk menggerakkan ekonomi sirkular dengan pengolahan limbah hasil perkebunan buah ikonik Prabumulih ini.

 ”Sebagai contoh, limbah kulit nanas bisa diolah jadi pakan larva atau maggot BSF yang nantinya menghasilkan pakan ternak maupun kompos untuk mendukung pertanian nanas organik," sebutnya.

Yayuk Suhartati, Kasi Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Prabumulih, menyambut baik rencana kegiatan CSR perusahaan migas ini. Terutama terkait pengelolaan sampah yang menjadi problem serius untuk diatasi. 

Syamsul Asinar Radjam, agroekolog dan pendiri Komunitas PrabumaGGot Indonesia menambahkan, usaha mengentaskan masalah sampah berbasis komunitas ini dimulai dari skala kecil.

“Small is beautiful. Kecil itu indah. Yang terpenting keberlanjutan dalam jangka panjang. Nanti lama-lama akan membesar.

Dengan syarat ada keterlibatan dari banyak pemangku kepentingan. Baik pemerintah, perusahaan, kalangan profesional, dan lainnya," terangnya.

Dikatakan, pilihan aksinya juga disesuaikan dengan potensi sumber daya lokal yang tersedia di tingkat lokal. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan